Monday, 9 September 2019

JALAN

Jika setiap lembar cerita kehidupan adalah atas rencana-Nya, seharusnya tidak perlu ada manusia yang risau sekalipun sedang berada dalam bahaya yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Tetapi hidup ini adalah pilihan. Tuhan tidak memperlihatkan hanya satu jalan di dunia ini. Kenapa? Agar manusia dapat berpikir, mengambil keputusan, kemudian menuai hikmah dari setiap peristiwa. 
Adalah aku, yang telah beranjak menjadi dewasa usia, katanya. Mulai tahu bahwa ada perasaan yang disebut-sebut sebagai cinta. Berbentuk rindu, berupa suka. Ketika aku mulai tahu bahwa hati bisa bergetar jika melihat salah seorang, wah bukan main aku bingung nya. Kenapa? Kok bisa seperti ini? Kemudian aku mulai menerka-nerka, membuat hipotesis, kemudian mencoba mencari jawabannya. 
Sampai tiba pada suatu waktu, aku memilih satu jawaban dari sekian jalan yang ditemui. Sepertinya hal yang paling mungkin aku sebutkan adalah bahwa aku jatuh cinta, menurutku. Aku mulai memilih jalan yang menurut pikiranku benar. Mencari tahu informasi tentang seseorang, menatapnya dari jauh sambil memegangi dada yang terasa bergemuruh. Kadang-kadang berjingkrak hanya karena di suatu perjalanan berpapasan kemudian diberi senyuman ramah. Sekadar hal-hal sederhana namun membuat aku merasa dunia sudah mulai berubah. Setiap hari berlalu aku menemukan banyak hal baru, aku menganggapnya seperti potongan puzzle yang akan menyatu seluruhnya membentuk jembatan sempurna untuk diseberangi oleh ku dan seseorang sehingga bertemu pada satu titik beririsan yang tepat. Saling merengkuh kisah, saling mengungkap rasa. Begitu ku pikir.
Aku menganggap semesta meng-aamiin-kan atas apa yang selalu aku ucap dalam hati. Sehingga waktu berlalu membawa pertemuan yang aku bayangkan itu. Dari sebuah pertemuan, ada kisah baru terceritakan. Senyuman paling berharga di seluruh dunia, pikirku. Dunia sepertinya mengijinkan untuk aku dan seseorang sekadar saling melempar senyum kala senja sudah mulai kembali seluruhnya ke balik cakrawala, melengkapi sisa waktu petang dengan mega-mega yang berpendaran. 
Setiap hari seperti musim semi yang menyenangkan. Bunga-bunga yang sengaja Ibu tanam depan rumah, yang baru saja mekar dari kuncupnya ku pikir seperti mendukung aku untuk berbahagia. 
-->>


Jatinangor, 09 September 2019











Friday, 30 August 2019

Definisi Cinta

Adakah mendefinisikan cinta itu harus sesulit mengambil bulan tanpa ada satu anak tangga pun? Bahkan sekalipun ada ratusan gunung tertinggi di dunia?
Padahal cinta sering kali dikatakan sederhana oleh para pujangga.
Mengapa cinta menjadi jauh lebih rumit daripada rumus fisika atau matematika untuk mencari jawaban  angka 1 atau 0 ?. 
Ketika langit tidak mendukung untuk turun hujan agar tangisan seorang yang patah hati tersamarkan. Ketika angin tidak berpihak agar paling tidak semilir saja, tidak gemuruh menakuti seorang yang ingin menyendiri di tepi danau.
Tidak adakah yang bisa mengelak ketika cinta sudah membludak? Membenahi nya agar tetap rapi rasa-rasanya tidak akan bisa dianggap mudah. Ketika seluruh makhluk dan benda telah menjadi siluet dimakan senja, namun masih saja ada perasaan yang tidak tenang.
Mengapa cinta jadi begitu membahayakan, ketika setiap kata yang tersusun rapi dalam kalimat tidak dapat lagi menampungnya?. Mengapa cinta jadi begitu mengerikan, ketika lautan bahkan tidak lagi terasa luas untuk menjadi perbandingannya?

Cinta itu, sudah jauh-jauh hari aku bunuh. Ia yang sudah lama hidup sesuka nya dalam bilik kecil yang sedikit-sedikit terbangun menjadi begitu besar. Seperti api yang menyala dari sebuah korek kemudian diletakkan pada kayu. Perlahan, api nya menyebar, membesar, dan akhirnya menghanguskan. Bukan tidak mungkin akan berubah menjadi abu, paling-paling menjadi arang. Tentu itu adalah sebuah akhir yang pasti harus terjadi. Menyakitkan.
Begitu kira-kira, aku dengan sedikit rasa yang sejak dulu mengena. Tanpa sadar ia membesar. Kemudian aku mulai merasakan ada kehangatan dari rasa yang menjalar itu. Tanpa sadar ia membakar. Tersulut sebuah harapan semu, terpicu ribuan rindu tanpa tahu malu. Semuanya berhasil membakarku, tanpa sisa. Hanya karena sebuah pandangan pertama bertahun-tahun lalu.

Berkali-kali aku saksikan ia semakin kuat membalut kayu yang aku ciptakan sebagai harapan. Cinta yang sudah aku ketahui pasti akan membakarku hingga tuntas, aku sambut dengan antusias. Tidak apa bagiku saat itu. Aku belum tahu bahwa makna dari sebuah pengorbanan bukanlah hal tolol seperti yang aku lakukan. Menunggu tanpa tahu pasti, mengharap dengan kekosongan, meyakini tanpa menyadari hal yang tidak mungkin bisa terjadi. Cinta yang hidup seperti api itu, sekarang sudah benar-benar membinasakan ku seluruhnya. Aku tidak yakin apakah ada yang tersisa, atau aku tinggal menunggu waktu untuk jadi abu?.

Cinta. Cinta yang seperti senja tanpa mega-mega yang berpendaran itu. Seperti senja paling buruk sedunia. Tanpa seorangpun ingin menyaksikan kedatangannya. Aku sudah sangat muak. Seperti yang sudah sering aku tuliskan pada gumpalan awan ketika ia bersembunyi di balik malam, bahwa terkadang aku tiba juga di ladang rindu. Kadang aku tiba juga di hamparan sendu. Merutukki malam yang begitu kejam. Ia selalu datang dengan menawarkan ingatan tentang cinta yang menyedihkan. Aku merasa, otakku semakin hari seperti semakin buas ingin memakan hatiku. Aku baru menyadari setelah bertahun-tahun lamanya. Selama ini, bukan cinta yang aku rasakan. Tapi ribuan hujaman sakit yang terus menerus menyerang, menelusuk jauh tembus sampai hati.

Kini, biar aku katakan aku penuh penyesalan!
Menyesali dahulu sempat menitipkan rasa, sempat memercayakan cinta. Seharusnya dulu tidak perlu aku lihat cinta yang seperti senja, jingga nya berpendaran di ujung langit dengan begitu indah. Padahal ia berubah dengan pasti, menjadi kehitaman. Hitam dan kelam.
30 Agustus 2019
Dari dunia paling dalam merasa pedih.
Mari aminkan agar segera pulih.

Wednesday, 7 August 2019

Tidak apa-apa

Ada kala,
Malam adalah runut waktu yang terurai panjang,
Begitu banyak hal harus terjadi agar segera malam berlalu.
Kenangan pahit, cerita luka, serta beberapa patah hati,
Semua berbaur, menjadi penari dalam irama keheningan otak.

Pun ada saat,
Malam adalah perihal angin yang membisik lembut,
Begitu romantis, begitu puitis.
Seakan-akan terlalu cepat berlalu.

Bukankah semua itu adalah tentang waktu?
Entah luka ataupun suka,
Mereka tinggal pada tempat dan saat masing-masing.
Kadang mereka bergantian datang, bersama waktu
Dalam gilang-gemilang atau kelam-menyuram.

Selaksa mentari atau senja.
Indah keduanya mengangkasa.
Mentari indah ketika waktu ingin disebut sebagai pagi.
Pun senja bersahaja ketika waktu hendak dipanggil petang.

Tidak apa-apa, sekalipun kehilangan segalanya
Bahkan ketika menangis sendirian.
Meskipun kegelapan menyelimuti tubuh.
Semua akan berlalu.

Saturday, 3 August 2019

Guratan Rasa


Kamu...
Malam ini bagaimana dengan langitmu?
Apakah sudah kamu pastikan ia membalut bulan dan bintang,
dengan demikian indah?
Jangan lupa, lihat juga guratan gelapnya. 
Apakah tergambar garis senyuman atau justru sebaliknya?

Aku...
Aku sudah menyimpan segenap cerita,
Membungkusnya ketika angin menghembuskan senja ke balik cakrawala.
Dengan sapu tangan seadanya dari jahitan waktu-waktu.
Sangat rapi, untuk dimasukan ke dalam kardus masa lalu. 

Pada masa ini...
Adalah aku, seorang yang sedang merawat luka masa lalu.
Seorang yang masih sering mengunjungi,
kisah yang sudah mati.
Layaknya penguasa rasa.
Ada tangis yang tumpah, dan ada rindu yg masih bersemayam.
Kepada kamu.


Oktober, pada Agustus 2019.

Sunday, 28 July 2019

Sepucuk Senja untuk Satria

Berkelakar tentang malam selalu menyudutkan ingatan kepada kamu. Tentang kamu yang menyukai gelap. Entah langit, atau mungkin ruang kamar. Kamu selalu bercerita tentang gelap, tentang malam kelam yang menenangkan. Tentang langit senja yang mungkin menurutmu menyilaukan, semburat cahaya kemerah-merahannya begitu mencolok. Tidak begitu suka kamu memandangnya. Semenjak kamu selalu bercerita tentang gelap, beberapa kali aku duduk di atap rumah ku jam tujuh malam. Memandangi langit yang kadang begitu ramai bintang gilang-gemilang, kadang begitu sepi, sunyi tanpa apapun yang membuat langit memantulkan bias cahaya. Hanya titik-titik hitam bersenyawa angina.Ternyata memang memesona. Hitam menjadi satu-satunya warna yang tersedia untuk ditonton di langit sana. Aku merasakan ada hal berbeda, merasa bahwa setiap perjalanan kadang memang tidak membutuhkan cahaya untuk dilewati. Kita membutuhkan gelap itu agar dapat merasakan apa itu sendirian. Tidak perlu melihat sana-sini karena memang tidak terlihat. Sampai merasakan tenang, lalu menghargai kerinduan pada cahaya. 
Kamu mungkin sudah tahu, aku ini penggemar beratnya senja. Sehingga tidak terlalu kenal dengan malam. Semenjak kamu menjadi kamu bagiku malam menjadi penting juga. Atau jangan-jangan sebenarnya yang penting itu kamu ya?. Ha ha, aku tertawa memikirkan itu.
Aku selalu menceritakan betapa senja sangat indah, semburat mega-mega yang berwarna keemasan lengkap dengan kilauannya yang kadang juga membuat ku memejamkan mata sebentar. Tentang bagaimana aku selalu bersedia menghabiskan napas untuk sekedar mengantarkan senja fatamorgana itu pulang ke balik cakrawala. Aku selalu bahagia. Kemudian kamu memberiku pendapat lain, "Tapi langit malam gelap lebih indah" katamu singkat. Kamu harus tahu, seseorang yang di dalam hatinya sudah tertambat perasaan yang disebut cinta, pasti akan cenderung lebih mudah memercayai orang yang dicintainya itu. Kalimatmu tentang langit malam yang gelap lebih indah membuatku percaya. Aku jadi menyukai gelap juga. Boleh jadi memang benar, aku ini menyukai kamu bukan gelap.
Satria, satria yang sendu. Kalau kamu masih ingat, sekali waktu aku pernah menyangkal juga perihal malam dan gelap, hening dan sunyi yang selalu kamu sukai. Bahwa menurutku senja lebih menenangkan, lebih mengagumkan. Namun sekali lagi Satria, memandangi langit gelap tanpa ada cahaya apapun untuk dinikmati menjadi lebih indah karena aku teringat kamu. Tanpa sadar aku jadi ikutan juga sering menatap lama pada langit malam yang gelap. Sambil sesekali tertawa dalam hati, aku sudah gila sepertinya ya Satria? Menyukai kamu begitu rupa, begitu penuh daya sampai aku menyukai hal-hal yang sebelumnya tidak menjadi apa yang sering aku nikmati.
Pun tentang tangisan yang pernah kamu pecahkan di depanku. Tentang pujian untuk masakanku yang mungkin saja kamu hanya ingin membuatku tidak merasa bersalah karena rasanya tidak enak. "Masakan ini enak, boleh dihabiskan? " katamu selalu saja seperti itu setiap kali aku berkesempatan menyajikan makan. Sekedar tumis kangkung yang suatu ketika pernah kamu katakan membuatmu selalu teringat. Kemudian tentang kucing kecil yang tertidur pada pangkuan tanganmu. Sepertinya itu hangat ya Satria?. Maklum sajalah satria, selama ini aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya sekadar bersalaman denganmu. Tapi bukan itu yang aku sesali, malah aku merasa sangat beruntung. Bukankah itu baik bagi dua orang berbeda jenis seperti kita?. Bukan mahrom.
Satria, sekarang aku sedang teringat bagaimana aku juga menjadi sangat bersedih ketika tahu kamu sakit. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Aku mencintai sedemikian rupa namun cara membuatmu sembuh saja aku tidak tahu. Sangat menyedihkan. Aku menghabiskan energi makan malam ku untuk memikirkan kamu, apakah ada obat di meja samping tempat tidur mu yang bisa diminum? Atau sekadar segelas teh tawar hangat agar kamu tidak merasa haus, atau segelas air putih yang bagus untuk tubuh. Adakah semua itu tersedia? Aku ingin memberikan itu semua Satria. Aku hanya bisa memutuskan untuk datang membawa satu kotak makan siang menu sehat esok harinya. Paling tidak agar kamu tetap bisa menyantap makanan kalau kamu tidak kuat keluar sendirian. Tidak masalah meskipun aku hanya bisa berkunjung selama tiga menit saja. Namun Satria, hatiku pernah juga runtuh luruh menyeluruh ketika aku melihat ada satu cincin melingkar di jari manismu. Pikiranku melayang ke mana-mana. Apakah mungkin kamu sudah memiliki orang lain untuk kamu biarkan tinggal pada bagian hatimu?. Patah hati, marah, kecewa. Rupa-rupanya seperti itulah keadaan ku saat melihat cincin itu Satria.
Adakalanya aku ini bersedih juga. Kamu tahu Satria? Sejak melihatmu memakai cincin di jari manis. Aku banyak berdialog dengan diri sendiri di alam pikiran. Menerka-nerka, menebak-nebak. Melelahkan. Sampai aku tahu jawaban yang sebenarnya bahwa itu cincin kesayangan, bukan tanda apa-apa. Aku lega pada akhirnya. Satria, cinta ternyata bisa merubah seseorang menjadi demikian rupa agar bisa paling tidak mendekati tipe untuk orang yang dicintai. Aku berusaha merubah diriku, paling tidak aku tahu bahwa pasangan kita adalah cerminan, aku ingin menjadi pantulan bias yang mencerminkan kamu. Aku yang tidak punya bakat bertutur dengan lembut, belajar membiasakan diri supaya tidak terdengar sangar kalau bicara. Ha ha ha. Bukankah ini terdengar lucu?. Temanku kadang merasa heran Satria. Mereka aneh melihat perubahanku. Mereka juga aneh terhadap aku yang menyukai gelap. Lama memandang langit malam sendirian. Juga mereka tidak mengerti tentang cinta yang aku definisikan. Katanya aku ini begitu naif karena menyukai kamu. “Dia itu shaleh, daripada akhirnya kamu terluka karena tidak dipilih, lebih baik pendam saja”, begitu kata temanku Satria. Kamu tahu lah Satria, aku ini tidak banyak bergaul dengan wanita-wanita alim yang bersahaja seperti para akhwat cantik luar biasa kalau sesekali aku ikut kajian islam. Iya, sesekali.
Aku banyak berteman dengan wanita yang sama denganku, yaa biasa saja. Kadang kami masih suka nongkrong-nongkrong atau terlambat shalat. Begitulah aku Satria. Aku merasa malu juga sebenarnya untuk mengagumi kamu. Tapi cinta bukan perihal itu semua bukan?.
Lihatlah Satria, si wanita yang merasa terlalu percaya diri ini. Aku masih percaya diri untuk menjadi juara bagimu. Aku masih percaya diri bisa menjadi wanita yang baik untuk menjadi teman menghabiskan teh hangat sambil bercakap-cakap depan teras rumah bersamamu. Aku ini memang begitu mahir berkhayal ya Satria. Kamu boleh menertawakanku, asalkan tidak membuat patah rasa yang sudah ku asah.
Suatu sore saat aku melihat senja sudah hampir seluruhnya pulang ke balik cakrawala, aku masih duduk menunggu kedatangan langit malam yang indah lengkap dengan bintangnya. Benar saja, langit menjadi gelap kemudian. Ada beberapa bintang ku lihat, juga bulan hampir satu lingkaran penuh tentu saja. Angin menjadi lebih dingin, dan rumah-rumah hanya terlihat dengan cahaya lampu neon pada setiap ruangan. Andai saja bisa aku mengirimkan langit gelap ini untukmu Satria. Agar bisa selalu kamu lihat tanpa batas waktu. Akan aku lakukan semua itu.
Batas waktu, menjadi hal yang rumit untuk aku definisikan. Bagaimana aku ini begitu menjadi tidak tahu waktu untuk mengagumi mu. Setiap waktu adalah perihal deru napas sembari mengingatmu. Aku ingin membuktikan bahwa perasaanku tidak sebatas hanya kata-kata. Bukankah kata-kata sekarang ini sudah sulit diberi makna? Setiap orang begitu mahir berkata-kata tanpa tahu apa yang dimaksudkan dari kata-kata nya tersebut. Aku ingin lebih dari itu. Aku pandangi langit yang sudah tidak kelihatan kebiru-kebiruan nya, juga awan yang sudah tidak jelas ke mana arah geraknya. Bagaimana jadinya jika aku mengambil malam lengkap dengan kemerlap bintang dan cahaya bulan yang tidak terlalu terang lalu ku masukan ke dalam keranjang rotan dan ku kirimkan kepadamu?. Mungkin kamu akan bisa menikmati gelap yang selalu kamu sukai. 
Begitulah aku satria. Aku selalu mengkhayalkan hal-hal paling mungkin aku lakukan untukmu. Sekalipun aku kadang dianggap tidak seperti aku pada biasanya oleh sahabat-sahabatku.
Satria, rupa-rupa nya rasaku tak cukup kuat meyakinkan semesta untuk mendekatkan aku kepadamu. Atau mungkin kebenarannya adalah bahwa aku tidak pernah benar-benar menjadi lebih dari seorang teman bagimu. Seperti nya senja dan malam memang akan selalu berjauhan, tidak pernah dalam satu irisan. Kecuali saat titik pergantian. Di mana senja sudah redup cahaya kemerah-merahannya, menjadi hitam kebiru-biruan. Hanya sekelebat, sesaat saja. Begitulah perasaan ini harus aku akhiri Sat
Aku masih percaya bahwa alam semesta semuanya berkaitan. Semesta tidak seperti garis lurus tapi satu lingkaran dengan semua hal yang ada di dalamnya sudah saling terkoneksi. Tidak ada hal yang kebetulan Satria. Seperti pertemuan aku dan kamu pertama kali nya dulu. Kemudian hadirnya perasaan yang tak terbantahkan ini. Semua ini bukan sekadar kebetulan. Semesta yang mengaturnya, bersama keajaiban sang waktu atas titah Yang Maha Kuasa. Adalah aku, satria. Makhluk bumi yang dipenuhi perasaan tertahan di hatinya. Pura-pura menerima dengan senyum ketika kamu mengawali pembicaraan dengan 'Maaf'. Bukankah sudah begitu sering orang hendak meninggalkan dengan kata maaf?. Aku bahkan kesulitan berpikir. Apakah aku ini akan ditinggalkan oleh kamu atau aku akan kehilangan perasaan yang aku bangun sendirian. Sekarang aku benar-benar hanya mampu memandangmu lewat bayangan yang ku ciptakan sendiri. Bersama malam kelam, yang kadang penuh bintang kadang juga begitu sepi. Demikianlah aku berakhir. Bersama perasaan yang tidak akan pernah bisa kamu tahu sebesar apa ia tumbuh. Bersama rindu yang selalu aku haturkan kepada angin. Bersama rasa yang masih terus membara.
Cinta pernah meluruhkan segenap harapan dalam bait-bait doa malam kelam. Sengaja diruntuhkan meski tahu sengaja ku bangun perlahan-lahan.  Dengan sayang, dengan sabar, dengan hati. Begitulah. Rupa-rupanya cinta dalam merekahnya mega-mega cahaya kemerahan senja beradu dengan pendaran gemerlap bintang dan bulan di langit malam. Matahari seperti lupa ingatan. Aku pun tidak mengerti.  Bunga ini, menjadi potret terakhir bagaimana cinta masih dapat dilihat indah kemekarannya.  Setelah ini, biarkan tanah mengubur dalam segalanya yang sudah aku tumbuhkan.  Aku tidak akan membencimu. Hanya saja, saat ini dan entah sampai kapan waktunya. Aku sulit untuk sekadar berdamai dengan hati sendiri.
Bagaimana tidak, Satria. Aku telah menyerahkan diriku sendiri hanya untuk cinta yang semu.  Yaa, semu Satria. Cinta yang aku tumbuhkan untukmu itu semu. Tidak jelas apa yang akan aku panen nanti nya. Bukan kesalahanmu memang, dan pula kamu juga pasti tidak akan terima disalahkan. Sepenuhnya ini sebabku sendiri. Siapa suruh aku sok tahu? Menumbuhkan cinta, padahal kamu sendiri tidak pernah meminta. Aku yang begitu bodoh Satria. Aku kehilangan kemampuanku untuk menimbang-nimbang segala hal yang akan aku lakukan. Hanya karena aku begitu menyerahkannya perasaan untuk ditumbuhi cinta kepadamu. Ah, sudahlah. Kata-kata kini sudah tidak bisa lagi menggambarkan bagaimana aku menyaksikan kehancuran yang terjadi pada diri ku sendiri. Sekali lagi, ini semua memang bukan salahmu. Aku akan menahan semua luka nya sendiri, seperti dulu aku menahan cinta untuk tidak membludag di depan mu.
Sekarang, aku duduk termangu di bawah pendaran kilauan senja yang menyemburat memenuhi langit bagian barat. Menelan setiap jengkal jingga di ujung langit. Lama juga aku memejamkan mata. Akhirnya aku buka mataku, kulihat kembali foto kita berdua yang diambil sembari memegang kucing kecil liar yang selalu ada di rumahku. Memandangnya nanar. Aku telah berakhir sendirian dengan kisah cinta ku sendiri Satria. Rasa ku sekarang sudah menjelma menjadi isyarat. Sehalus angin, setulus langit, seindah senja. Satria, nanti malam jika kamu lihat langit begitu gelap. Itulah malam yang ingin aku kirimkan kepadamu. Bersama rasa yang masih selalu sama, bersama harap yang masih selalu ada. 


Senja, Jatinangor 2019.

Arti Sebuah Perkenalan

Setiap hal yang pertama kali, bukankah selalu dimulai dengan perkenalan?. Seperti sudah menjadi hukum alam. Bahkan sampai ada sebuah pepatah, "tak kenal maka tak sayang".
Baik, perkenalkan aku. Manusia yang cukup percaya bahwa hidup yang singkat ini memang seharusnya dijalani dengan sangat terencana. Mau apa aja yang dilakukan, mau ke mana aja tempat yang dijadikan tujuan. Segala hal demikian, aku percaya harus direncakan.
Aku merasa berbagi ruang untuk berkisah pun salah satu realisasi perencanaan yang penting. Bukan untuk membiarkan apa-apa yang ingin aku bagi menjadi sebuah perbandingan apapun. Aku hanya yakin, di dunia ini ada banyak kisah yang sama terjadi.
Aku ingin mencoba untuk menjadi manusia yang meninggalkan jejak di dunia ini. Suatu hari nanti, badan yang  bugar ini akan rapuh, kemudian luruh. Kata, kemudian kalimat, adalah jejak paling indah yang bisa ditinggalkan untuk bahan kenangan menurutku.
Begitulah, se-sederhana itu.
Well, berbicara perihal perkenalan. Apa arti perkenalan untuk kalian teman-teman?.
Ada banyak banget arti setiap perkenalan yang aku miliki. Misalnya, dulu ketika berkenalan dengan sahabat delapan tahun ku, sangat tidak menarik. Aku masih anak SMP dengan sikap polos dan tidak tahu banyak hal. Perkenalan yang hanya sebatas "Hai!"saja. Topik yang dipilih sebagai pembicaraan pertama kalinya adalah lomba. Aku berkenalan dengan dia saat mengikuti salah satu perlombaan sastra. Dia mengikuti story telling, sedang aku menulis cerpen.
Aku kagum padanya karena sudah fasih berbahasa inggris. Pertemuan yang tidak diperpanjang setelah perkenalan. Ada perkenalan kedua yang lebih hangat, di bangku SMA. Dua tahun setelah sama-sama mengikuti lomba. Sekadar informasi, kami beda sekolah saat SMP.
Di bangku SMA, aku yang kesulitan beradaptasi dengan orang-orang ini sangat terbantu karena dia. Aku masih sangat ingat, sejak perkenalan kedua di bangku SMA, banyak sekali hal yang kita lakukan bersama. Sebelum aku memutuskan berjilbab, kami berpartner sebagai siswi yang setuju gaya pakaian rok pendek kemeja tangan panjang, atau sebaliknya. Aku pemiliki rambut panjang sedang dia rambut pendek, tapi rambutnya lebih sering diikat. Kami pernah juga jadi pengejar hantu. Penasaran dengan apa yang ada di kamar mandi sekolah. Berdua di dalam kamar mandi dengan pintu sengaja ditutup, mengosongkan pikiran. Kemudian aku sakit satu minggu. Mengerikan memang, tapi begitulah kami. Entah karena sedang tumbuh di usia serba ingin tahu, atau memang isi otak kami yang sulit dipahami. Aku sangat mensyukuri perkenalan pertama kami.
Perkenalan yang diawali dengan kepolosan, tanpa sadar membawa kami pada absurditas persahabatan sampai sekarang.
Sekali lagi, aku ini begitu sulit beradaptasi dengan orang lain. Di bangku SMA, kami berbeda kelas setelah lulus dari kelas sepuluh. Tahu apa yang terjadi setelahnya? Perkenalan demi perkenalan terjadi, tapi sulit untuk bisa mengartikan setiap perkenalan itu. Aku mencoba menjadi manusia pada usia SMA sewajarnya, berteman dengan banyak orang, punya pacar juga. Tapi sayangnya belum pernah berhasil. Sampai sekarang.
Perkenalan yang paling mengerikan adalah saat aku sudah masuk kuliah. Berkenalan dengan seorang kakak tingkat laki-laki yang langsung aku sukai sekali lihat. Gila memang. Tapi begitu. Mungkin aku tidak sendirian yang pernah mengalami hal seperti itu. Apa di antara kalian pernah juga ada yang mengalami?. Karena perkenalan itu, segala cerita yang tidak pernah aku pikirkan banyak terjadi. Seperti misalnya aku menjadi manusia yang menangis sepanjang malam karena ternyata dia sudah punya pasangan. Baik, tertawakan saja. Itu memang kisah mengerikan yang lucu. 
Sekarang, ada perbedaan sistematika perkenalan yang aku alami. Sejak mulai masuk dunia kerja, ada hal-hal yang sangat aku pertimbangkan untuk mulai berkenalan.
Menurutku setiap orang memang harus membuka tangan seluas samudera untuk mempersilahkan diri dikenal dan mengenal orang lain. Begitu sederhana nya.
Aku selalu memimpikan perkenalan yang sederhana, senyum ramah pertama kali yang sederhana, tapi kemudian tidak berhenti sebatas penyandang status kenalan. Hidup memang terlalu sepi jika hanya dipenuhi para kenalan. Semua orang bisa saja sekadar berkenalan, sekadar tahu siapa dia atau mereka. Tapi bukankah hubungan sekadar itu akan terasa begitu dingin?. Semoga dunia menjadi sebuah ruang untuk tumbuh kisah-kisah yang menarik untuk dikenang dari para manusia yang menghargai setiap perkenalan.